Mumi, Seni Mengawetkan Orang Mati

Mumi, Seni Mengawetkan Orang Mati
Bersama dengan drakula, vampir, manusia serigala dan teman-temannya, mumi adalah salah satu tokoh klasik yang banyak digunakan dalam film-film horor. Selain itu mumi juga memiliki kelebihan dibandingkan karakter lain karena mumi benar-benar ada dalam kehidupan nyata seperti yang ada di piramida Mesir, hanya saja belum ditemukan mumi yang dapat kembali hidup dan memburu manusia seperti dalam film. Tidak hanya Mesir yang memiliki mumi, beberapa negara di dunia memiliki mumi lokal yang menggambarkan nenek moyang yang dulu hidup di daerah tersebut, bahkan Indonesia juga memiliki jenis mumi tersendiri. Mumi tidak hanya memberikan gambaran perkembangan kehidupan manusian, tapi juga budaya. Kita akan membahas bagaimana proses pembuatan mumi hingga dapat kita lihat di museum-museum dunia.

Mumi paling terkenal tentu saja berasal dari Mesir kuno yang juga terkenal akan budayanya. Di sana banyak ditemukan mumi-mumi dengan populasi yang paling banyak. Tapi alam dekade terakhir, para ilmuwan dan petualang telah menemukan mumi kuno di berbagai tempat di seluruh dunia.

Apa itu mumi?
Sebuah mumi sebenarnya hanyalah manusia yang jaringan lunaknya telah diawetkan setelah kematian. Biasanya, ketika seseorang meninggal, proses dekomposisi membuat tubuh menjadi kerangka saja dalam hitungan bulan. Laju dekomposisi tergantung pada sejumlah faktor, terutama sifat lingkungan sekitar.

Dalam kebanyakan lingkungan, tahap pertama dekomposisi dimulai dalam beberapa jam. Dalam tahap awal ini, yang disebut autolisis, organ yang mengandung enzim pencernaan (misalnya usus dan lambung) mulai mencerna bagian-bagiannya sendiri.
Mumi, Seni Mengawetkan Orang Mati

Autolisis diikuti oleh pembusukan, pemecahan bahan organik oleh bakteri. Dalam kondisi normal, pembusukan akan terjadi sekitar tiga hari setelah kematian. Dalam beberapa bulan, tubuh menjadi kerangka. Dalam cuaca yang panas, lingkungan yang lebih lembab, proses ini dipercepat karena bakteri berkembang biak dengan cepat dalam kondisi seperti itu. Dalam cuaca dingin, kondisi kering, proses lebih lambat karena bakteri membutuhkan panas dan air untuk berkembang (inilah sebab mengapa kita menggunakan lemari es untuk mengawetkan makanan). Jika kondisi dingin atau cukup kering, atau jika tidak ada cukup oksigen, lingkungan begitu keras sehingga hanya sedikit bakteri dapat bertahan hidup. Dalam hal ini, tubuh tidak akan sepenuhnya membusuk, mungkin selama ribuan tahun.

Ada banyak keadaan yang dapat menyebabkan tubuh menjadi mumi. "Iceman" ditemukan pada tahun 1991 oleh wisatawan di pegunungan Alpen Italia yang merupakan salah satu mumi alam yang paling menakjubkan. Mayat berusia 5.300 tahun, ditemukan dengan sempurna dan terawetkan, meninggal di sebuah lubang berbatu yang dipenuhi dengan salju. Pada dasarnya, ini menciptakan freezer alami yang mengawetkan jaringan tubuh. Mumi ini telah memberikan sejarawan dengan banyak informasi mengenai manusia purba.
Dalam beberapa kasus, mumi alami telah secara signifikan mengubah konsepsi kita tentang sejarah.

Mumi Mesir
Dalam perjalanannya, pembalseman ala Mesir (mumifikasi buatan) melewati banyak tahapan. Hal ini juga didukung oleh kondisi lingkungan yang berpasir. Bagi banyak generasi, orang Mesir menguburkan mereka yang mati dengan cara ini, dalam pasir panas dengan beberapa barang-barang tanpa ada peti mati. Konsep tentang akhirat membuat orang Mesir menjadi khawatir tentang kenyamanan anggota keluarga yang sudah meninggal. Mereka mulai menutupi tubuh dengan keranjang anyaman yang panjang dan kemudian dengan kotak kayu yang kokoh. Akhirnya, hal ini menyebabkan peti mati sepenuhnya tertutup.
Mumi, Seni Mengawetkan Orang Mati

Tentu saja, dengan tubuh sepenuhnya tertutup, membuatnya tidak terkena sifat pengeringan pasir. Cairan tetap dalam tubuh; bakteri berkembang, dan daging secara alami membusuk. Hal ini membuat orang Mesir semakin kebingungan, mereka tidak ingin meninggalkan orang yang mereka cintai tertimbun di pasir, tetapi mereka juga tidak ingin tubuh menjadi kerangka. Untuk menjamin kelangsungan hidup dan kenyamanan di akhirat, para ilmuwan Mesir harus mencari cara untuk meniru sifat pengawet alami gurun.

Pada waktu awal mumifikasi, pembalsem sebagian besar terkonsentrasi untuk menjaga tubuh dari unsur-unsur luar. Mereka membungkusnya erat dengan kain linen yang direndam dengan resin. Dengan pemasangan perban sangat hati-hati, pembalsem mampu menciptakan bentuk-bentuk yang rupawan, memberikan tubuh penampilan yang luar biasa. Jenazah dibungkus dengan rapat, tetapi dalam banyak kasus perban hanya sedikit menghambat proses dekomposisi. Bakteri yang bertahan di dalam membuat tubuh akhirnya berkuran menjadi kerangka.

Melalui pengalaman, orang Mesir menemukan bahwa dekomposisi bekerja sebagian besar dari dalam ke luar. Bakteri terkumpul pertama kali dalam organ internal tubuh dan menyebar ke luar. Untuk menghentikan proses pembusukan, pembalsem tahu harus menghilangkan organ internal. Hal ini juga dikombinasikan dengan penemuan pengeringan alam natron, seperti mumi Mesir terkenal yang kita tahu sekarang.

Ilmu dan teknologi pembalseman terus berkembang selama bertahun-tahun, sehingga berkembang berbagai ritual Mesir. Tapi praktek standar New Kingdom dari dinasti 18 hingga 20 (1570-1075 SM) menjadi era yang menghasilkan beberapa mumi terbaik.

Mesir Kuno telah menentukan bahwa ritual mumifikasi dilakukan di Red Land, sebuah wilayah gurun jauh dari daerah padat penduduk, dengan akses yang mudah ke Sungai Nil. Alasan menunjukkan bahwa pembalsem mungkin dilakukan di tenda-tenda terbuka, bukan struktur yang solid yang memungkinkan ventilasi yang tepat.

Pembalseman
Orang Mesir kuno meletakkan tubuh di atas meja kayu dan siap untuk mengeluarkan bagian otak. Untuk masuk ke tempurung kepala, pembalsem menggunakan palu dan pahat melalui tulang hidung. Kemudian mereka memasukkan besi pengait panjang ke dalam tengkorak dan perlahan-lahan mengeluarkan materi otak. Begitu mereka telah mengeluarkan sebagian besar otak, mereka menggunakan sendok panjang untuk menyendok setiap bagian yang tersisa. Kemudian mereka membilas tengkorak dengan air. Anehnya, otak adalah salah satu dari beberapa organ yang tidak dipertahankan oleh orang Mesir. Mereka tidak yakin apa fungsinya, tapi mereka menganggap nenek moyang mereka tidak akan membutuhkannya di dunia berikutnya.

Setelah mereka mengeluarkan otak, pembalsem mengambil pisau khusus yang terbuat dari obsidian (batu suci) dan membuat sayatan kecil di sepanjang sisi kiri tubuh. Mereka dengan hati-hati mengeluarkan organ perut melalui celah ini. Setelah itu, pembalsem membelah diafragma untuk mengambil paru-paru. Orang Mesir percaya bahwa hati adalah inti dari tubuh seseorang, emosi dan pikiran, sehingga mereka hampir selalu meninggalkannya dalam tubuh. Organ-organ lain dicuci, dilapisi dengan resin, dibungkus kain linen dan disimpan dalam tembikar hias. Benda ini dijuluki orang Mesir Kuno sebagai guci canopic, melindungi organ hingga ke dunia berikutnya.

Setelah mereka mengambil beberapa organ di atas, pembalsem membilas rongga dada yang kosong dengan tuak untuk memurnikannya. Kemudian, untuk mempertahankan bentuk tubuh manusia hidup, mereka mengisi rongga dengan dupa dan bahan lainnya. Hal ini mencegah kulit menyusut ke dalam rongga ketika mengering.

Pengeringan dan Pembungkusan
Setelah proses di atas selesai, mereka meletakkan tubuh di atas papan miring dan tertutup sepenuhnya dengan bubuk natron. Orang Mesir mengumpulkan bubuk ini dari campuran senyawa natrium dari tepi danau Mesir di gurun barat dari Delta Nil. Berbeda dengan pasir panas yang kering pada awal terciptanya mumi Mesir, natron menyerap kelembaban tanpa pengerasan kulit.

Pembalsem meninggalkan tubuh dalam bubuk tersebut selama 35 sampai 40 hari untuk memberikan waktu yang cukup bagi tubuh untuk benar-benar kering. Setelah 40 hari selesai, tubuh dibawa ke "Rumah Pemurnian Wabet". Pembalsem mengeluarkan dupa dan material lainnya dari rongga tubuh dan diisi ulang dengan natron, kain yang direndam dalam resin dan berbagai bahan lainnya. Dalam beberapa era, untuk membuat tubuh kering tampak lebih hidup, pembalsem juga menempatkan bahan di bawah kulit di lengan, kaki dan kepala. Ketika tubuh sepenuhnya terisi, pembalsem menjahit sayatan dan menutupi kulit dengan lapisan resin untuk menjaga kelembaban keluar dari tubuh. Kemudian jenazah siap untuk dibungkus atau diperban.

Pembungkusan adalah proses yang sangat penting, dan biasanya membutuhkan waktu satu atau dua minggu untuk menyelesaikannya. Pembalsem kemudian membungkus tubuh dalam kain kafan dan mulai menarik perban di sekitar bagian tubuh yang berbeda. Biasanya, mereka mulai dengan tangan dan kaki, membungkus semua jari tangan dan kaki secara individual, dan kemudian berpindah ke kepala, lengan, kaki dan dada. Setelah semua bagian tubuh dibungkus, pembalsem mulai membungkus tubuh secara keseluruhan. Ketika mereka menerapkan lapisan baru, pembalsem dilapisi kain dengan bahan resin panas sebagai lem.

Mesir kuno memiliki sejumalah alasan berbeda untuk membalut jenazah, antara lain:
  • Perban menjaga tubuh dari kelembaban sehingga tidak akan membusuk.
  • Perban memungkinkan pembalsem membuat bentuk mumi, untuk memberikan bentuk yang lebih hidup.
  • Perban menyatukan semua bagian bersama-sama. Tanpa sistem yang mengikat ini, mumi kering akan rapuh serta mudah hancur berantakan.
Setelah mumi sepenuhnya dibungkus, pembalsem memasang sejenis pelindung yang disebut dengan cartonnage, logam kaku untuk tubuh dan ditempelkan di kepala. Ini memberikan wajah baru, yang menyerupai kenazah atau representasi dari dewa Mesir, memiliki peran penting dalam bagian ke alam baka.
Mumi, Seni Mengawetkan Orang Mati

Ketika proses mumi selesai, kemudian ditempatkan di sebuah "suhet", peti mati yang dihias dan terlihat seperti seseorang. Suhet dibawa ke makam dalam prosesi berkabung. Di makam, imam yang berpakaian sebagai serigala dewa Anubis, melakukan upacara dan ritual. Suhet kemudian disandarkan di dinding dalam makam, disegel dengan semua makanan, furniture dan perlengkapan yang dibutuhkan almarhum dalam dunia berikutnya.

Mumi Kuno lainnya
Orang Mesir kuno memang paling terkenal sebagai pembuat mumi, tapi mereka bukan satu-satunya peradaban kuno, atau bahkan yang pertama, untuk melestarikan orang yang sudah meninggal. Orang-orang Chinchorro Chile utara mengembangkan proses mumifikasi sekitar 5000 SM, sekitar 2.000 tahun sebelum orang Mesir. Mumi ini, yang tertua di dunia dan tidak seperti tokoh-tokoh Mesir yang terkenal.
Beberapa budaya Amerika Selatan juga menghasilkan mumi, baik buatan dan alami. Di pegunungan Peru, ilmuwan telah menemukan banyak mayat Inka yang diawetkan dengan suasana kering dan suhu yang sangat dingin. Meskipun proses mumi ini benar-benar alami, mumi ini adalah buatan manusia karena mereka sengaja membawanya ke lokasi terpencil dengan tujuan agar tubuh akan bertahan di sana.
Beberapa mumi yang paling menakjubkan telah ditemukan di Cina. Lady Cheng, seorang bangsawan Tionghoa yang hidup lebih dari 2.000 tahun yang lalu, adalah mumi kuno terbaik yang diawetkan di dunia. Dia dibaringkan dan direndam dalam cairan pembalseman khusus. Tubuh dan beberapa barang miliknya yang dilindungi oleh serangkaian peti mati berada di sebuah makam kedap udara.
Selain itu, di Indonesia juga memiliki mumi, tepatnya di Papua. Ada tujuh mumi yang ditemukan di sekitar Kabupaten Yahukimo dan Jayawijaya. Mumi ini sudah terkenal hingga mancanegara.
Mumi, Seni Mengawetkan Orang Mati

Mumi Modern
Pada abad ke-19 dan ke-20, terjadi lonjakan kepentingan dalam mumi Mesir kuno. Salah satu efek dari fenomena ini adalah bahwa beberapa orang mulai meninjau kembali gagasan mumifikasi dengan penambahan beberapa teknologi baru.
Mumi modern yang paling terkenal adalah Vladimir Ilyich Lenin, revolusioner Rusia, dan Eva Peron, istri yang sangat dihormati dari presiden Argentina Juan Peron. Lenin meninggal pada tahun 1924, segera setelah penemuan makam Raja Tutankhamen, yang mempengaruhi keputusan untuk mengawetkan mayat Lenin dan menampilkannya di Kremlin. Bahan kimia yang tepat dan prosedur yang menjaga tubuhnya awet sempurna adalah rahasia Rusia, tetapi kita tahu bahwa mumifikasi adalah proses yang berkelanjutan. Rusia secara berkala membenamkan mumi tersebut dalam bak pengawet dan kemudian mengenakan pakaian tahan air untuk menahan cairan di dalam.
Seperti Lenin, tubuh Eva Peron diawetkan dengan sempurna sehingga tampak hidup. Hal ini dilakukan dengan perawatan pembalseman revolusioner yang intinya dengan mengganti semua cairan dalam tubuhnya dengan lilin. Peron dan mumi serupa benar-benar sangat mirip dengan boneka lilin yang Anda lihat di museum lilin.
Pada 1970-an, sekelompok ilmuwan memperluas ide ini untuk membuat proses yang disebut plastination. Dalam proses plastination yang rumit, semua air dan lipid dalam sel-sel tubuh diganti dengan polimer. Tubuh mengambil sifat-sifat plastik: tahan lama, fleksibel, tidak memiliki bau yang kuat dan yang paling penting, tidak terurai. Plastination digunakan untuk mengawetkan bagian tubuh untuk penelitian anatomi dan pendidikan, tetapi juga digunakan untuk kesenian.

Ketika kita berpikir tentang mumi, kita biasanya membayangkan tubuh yang diawetkan dari zaman kuno. Tapi sebenarnya praktek mumifikasi berlanjut hingga hari ini. Beberapa mumi yang paling menakjubkan telah diproduksi dalam seratus tahun terakhir. Di masa depan, teknologi mumifikasi pasti akan terus berkembang.

Belum ada Komentar untuk "Mumi, Seni Mengawetkan Orang Mati"

Posting Komentar

Silahkan memberikan komentar, saran atau pertanyaan. Komentar Anda akan melalui proses moderasi oleh Admin.

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel