Benarkah Coklat Termasik Zat Adiktif?
Senin, 23 Februari 2015
Tambah Komentar
Apakah Anda salah satu dari jutaan orang yang menyebut diri mereka chocoholic (penggila coklat)? Apakah Anda selalu tergoda ketika berjalan melewati toko cokelat? Memang hampir semua orang suka cokleat, atau paling tidak makanan yang mengandung cokelat. Selain mengandung banyak zat yang bermanfaat bagi tubuh, cokelat juga memiliki rasa dan aroma yang membuat orang selalu ingin memakannya lagi dan lagi. Apakah ini tanda bahwa cokelat termasuk makanan yang membuat orang ketagihan?
Pada dasarnya, cokelat memang membuat kita merasa ketagihan, dan inilah sebabnya ketika kita makan makanan yang manis atau tinggi lemak, otak kita mendapatkan rasa bahagia seperti rasa cokelat yang nikmat ketika kita memakannya. Banyak penelitian membuktikan bahwa cokelat merupakan salah satu makanan yang membuat kita lebih bahagia. Makanan manis dan berlemak menyebabkan otak melepaskan serotonin, yang membantu menstabilkan suasana hati kita dan menangkal depresi. Dan karena makanan ini mengaktifkan pusat kesenangan di otak, studi menunjukkan bahwa orang dapat memiliki ketergantungan pada gula dan lemak dalam makanan mereka. Beberapa pecandu coklat bahkan menunjukkan sifat yang mirip dengan pecandu narkoba, seperti makan tidak teratur, gelisah, dan suasana hati yang tidak normal.
Tapi apakah cokelat memiliki karakteristik dan definisi yang sesuai dengan zat adiktif? Kita mungkin bercanda dan mengatakan bahwa Anda kecanduan cokelat dan tidak bisa hidup tanpanya. Tapi mari kita lihat dari segi keilmuan.
Tiga komponen dasar yang membuat kecanduan:
Beberapa orang menyebut phenylethylamine, yaitu senyawa yang ditemukan dalam coklat, sebagai bukti bahwa cokelat memang adiktif. Phenylethylamine adalah bahan kimia yang dianggap meniru zat kimia otak seseorang yang sedang jatuh cinta. Tapi Anda dapat menemukan konsentrasi yang lebih tinggi dari phenylethylamines dalam makanan seperti keju, almond dan alpukat, tapi kita belum pernah mendengar seseorang yang ketagihan buah alpukat.
Studi lain yang dilakukan pada beberapa pecinta coklat menghasilkan hasil yang menarik. Peserta diberi paket makan setiap kali mereka mengalami keinginan mengkonsumsi cokelat. Beberapa paket berisi cokelat, cokelat putih (yang tidak mengandung unsur-unsur aktif cokelat), dan beberapa kapsul hambar penuh dengan kakao. Dengan alasan ilmiah, jika coklat memang adiktif, kapsul sudah dapat mengatasi kebutuhan chocoholic. Tapi kenyataannya tidak, peserta lebih memilih coklat putih daripada kapsul, meskipun tidak berisi senyawa dalam coklat pada umumnya.
Pendapat yang umum di masyarakat adalah kita menikmati cokelat hanya karena rasanya benar-benar nikmat, bukan karena cokelat adalah zat adiktif. Banyak dari kita melihatnya sebagai kenikmatan terlarang yang membuat kita ingin lebih. Dan itulah mengapa rasanya terasa begitu adiktif.
Tidak ada yang salah dengan sesekali menikmati cokelat, terutama bagi para wanita yang melakukan diet. Apalagi cokelat dapat memicu perasaan senang dan bahagia.
Pada dasarnya, cokelat memang membuat kita merasa ketagihan, dan inilah sebabnya ketika kita makan makanan yang manis atau tinggi lemak, otak kita mendapatkan rasa bahagia seperti rasa cokelat yang nikmat ketika kita memakannya. Banyak penelitian membuktikan bahwa cokelat merupakan salah satu makanan yang membuat kita lebih bahagia. Makanan manis dan berlemak menyebabkan otak melepaskan serotonin, yang membantu menstabilkan suasana hati kita dan menangkal depresi. Dan karena makanan ini mengaktifkan pusat kesenangan di otak, studi menunjukkan bahwa orang dapat memiliki ketergantungan pada gula dan lemak dalam makanan mereka. Beberapa pecandu coklat bahkan menunjukkan sifat yang mirip dengan pecandu narkoba, seperti makan tidak teratur, gelisah, dan suasana hati yang tidak normal.
Tapi apakah cokelat memiliki karakteristik dan definisi yang sesuai dengan zat adiktif? Kita mungkin bercanda dan mengatakan bahwa Anda kecanduan cokelat dan tidak bisa hidup tanpanya. Tapi mari kita lihat dari segi keilmuan.
Tiga komponen dasar yang membuat kecanduan:
- Keinginan kuat.
- Sebuah kehilangan kontrol atas objek keinginan tersebut.
- Terus menggunakan meskipun sadar akan adanya konsekuensi negatif.
Beberapa orang menyebut phenylethylamine, yaitu senyawa yang ditemukan dalam coklat, sebagai bukti bahwa cokelat memang adiktif. Phenylethylamine adalah bahan kimia yang dianggap meniru zat kimia otak seseorang yang sedang jatuh cinta. Tapi Anda dapat menemukan konsentrasi yang lebih tinggi dari phenylethylamines dalam makanan seperti keju, almond dan alpukat, tapi kita belum pernah mendengar seseorang yang ketagihan buah alpukat.
Studi lain yang dilakukan pada beberapa pecinta coklat menghasilkan hasil yang menarik. Peserta diberi paket makan setiap kali mereka mengalami keinginan mengkonsumsi cokelat. Beberapa paket berisi cokelat, cokelat putih (yang tidak mengandung unsur-unsur aktif cokelat), dan beberapa kapsul hambar penuh dengan kakao. Dengan alasan ilmiah, jika coklat memang adiktif, kapsul sudah dapat mengatasi kebutuhan chocoholic. Tapi kenyataannya tidak, peserta lebih memilih coklat putih daripada kapsul, meskipun tidak berisi senyawa dalam coklat pada umumnya.
Pendapat yang umum di masyarakat adalah kita menikmati cokelat hanya karena rasanya benar-benar nikmat, bukan karena cokelat adalah zat adiktif. Banyak dari kita melihatnya sebagai kenikmatan terlarang yang membuat kita ingin lebih. Dan itulah mengapa rasanya terasa begitu adiktif.
Tidak ada yang salah dengan sesekali menikmati cokelat, terutama bagi para wanita yang melakukan diet. Apalagi cokelat dapat memicu perasaan senang dan bahagia.
Belum ada Komentar untuk "Benarkah Coklat Termasik Zat Adiktif?"
Posting Komentar
Silahkan memberikan komentar, saran atau pertanyaan. Komentar Anda akan melalui proses moderasi oleh Admin.